Pages

Selasa, 12 November 2013

Kebersihan Dalam Kehidupan Muslim


Ada beberapa hal yang menimbulkan perubahan di tubuh Anda pada saat bangun di pagi hari. Wajah Anda kusut, rambut Anda kotor, tubuh Anda berbau tak sedap dan ada aroma yang tidak menyenangkan dari mulut anda. Wajah kusut yang kita lihat di cermin dan penampilan yang tidak rapi menunjukkan ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci muka di pagi hari, menggosok gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan orang yang telah dekat dengan ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah berbeda dengan orang lain, dan hanya Allah yang tidak memiliki kekurangan. 

Lebih dari itu, saat seseorang yang ikhlas kembali kepada Allah memandang ke cermin dan merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya, dia makin paham bahwa dia tidak dapat memiliki keindahan apa pun hanya dengan kekuatan keinginannya semata.

Bisa dilihat bahwa Allah telah menciptakan dalam hamba-Nya kekurangan untuk mengingatkan mereka akan ketergantungan mereka kepada-Nya. Jelas bahwa menjadi kotornya tubuh seseorang dan lingkungan dalam waktu singkat merupakan contohnya. Tetapi Allah telah menunjukkan kepada manusia bagaimana cara untuk mengatasi kekurangan ini dan telah memberikan nikmat berupa tersedianya sabun mandi dan sabun cuci untuk kita. Allah memberitahu hal ini kepada kita dalam Al Qur’an:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah, 94: 5-6)
Kemampuan untuk memperhatikan rahasia penciptaan nikmat dan bersyukur kepada Allah atas hal itu hanya di miliki oleh orang beriman yang dikaruniai pemahaman.
Saat seseorang yang beriman sedang membersihkan dirinya, di pagi hari atau di waktu lain di hari tersebut, ia berterima kasih kepada Allah yang telah menyediakan alat-alat pembersih yang dia gunakan. Karena dia tahu bahwa Allah mencintai kebersihan dan orang yang bersih, dia memandang pembersihan diri sebagai ibadah kepada Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia dengan senang hati mematuhi apa yang di perintahkan Allah dalam ayat 4 dan 5 Surat Al Muddatstsir:

dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.
(QS Al Muddatstsir, 74: 4-5)

Dalam ayat berikut diterangkan peristiwa saat perang Badar. Allah berfirman bahwa Dia menurunkan hujan dari surga untuk manusia agar mereka membersihkan diri mereka dan untuk keperluan lainnya.

(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan darimu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)

Air merupakan kebutuhan mendasar yang di butuhkan manusia untuk membersihkan diri, harta benda dan rumah mereka. Selain dapat membersihkan kotoran yang terlihat dan bakteri yang tak terlihat, air juga mampu membuat kita merasa tenang. Saat air membasuh tubuh, air akan menghilangkan elektron statis yang menyebabkan rasa lelah dan pegal. Kita tidak dapat melihat elektron statis di tubuh kita, tetapi elektron statis ini akan kita sadari karena adanya suara menghentak di saat kita membuka baju. Ini adalah kejutan listrik kecil karena kita menyentuh sesuatu atau karena gerakan rambut kita. Saat kita membersihkan badan, kita menghilangkan elektron statis yang telah terkumpul sehingga badan terasa ringan dan nyaman. Sejuknya udara setelah hujan reda juga merupakan bukti bahwa air telah membersihkan elektron statis di udara.
Allah menyukai orang yang bersih dan berpenampilan rapi. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat Al Qur’an yang memuji kebersihan tubuh para penghuni Surga. Allah berfirman  "… Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. ." (QS At Tur, 52:24), dan dalam ayat lainnya Allah berfirman: bahwa di sana terdapat “istri-istri (bidadari) yang terpelihara ” bagi mereka di Surga (QS Al Baqarah, 2:25; QS Ali 'Imran 3:15; QS An Nisa', 4:57)

Sebagian manusia mementingkan penampilan rapi hanya apabila mereka ingin disukai orang lain, mereka tidak peduli pada penampilan dan kebersihan mereka di saat orang lain tidak ada. Merasa tenang berjalan di dalam rumah hingga malam hari tanpa membersihkan diri, wajah yang kotor, dan bau napas tak sedap, tidak terurus, tempat tidur tidak tertata dan kamar yang tidak dirapikan disebabkan oleh pendapat yang keliru ini.
Padahal, Allah menyeru kaum Muslimin untuk menciptakan lingkungan yang terbaik dan terbersih bagi diri mereka sendiri dan memerintahkan setiap orang untuk menjaga kebersihan sebaik mungkin dalam segala hal mulai dari makanan dan pakaian sampai pada tempat tinggal mereka.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.(QS Al Baqarah, 2:168)  
Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)  

… (Nabi) yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … (QS Al A'raf, 7:157)

Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antaramu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, (QS Al Kahfi, 18:19) 

… dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia (Yahya) adalah seorang yang bertakwa. (QS Maryam 19:13)
 
Sementara gaya hidup orang-orang jahiliah membuat mereka menciptakan lingkungan yang tidak nyaman dan tidak sehat untuk ditinggali dengan tangan mereka sendiri, kaum Muslimin, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, menjalani hidup yang baik di dunia. Orang-orang jahiliah menciptakan lingkungan yang menyulitkan diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya, sementara kaum muslimin menata hidup mereka di tempat yang sehat dan menumbuhkan semangat, tempat setiap orang dapat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian pikiran

Oleh: Harun Yahya

Senin, 04 November 2013

Berharap Atau Berangan-angan

Baru saja, satu babak perjalanan hidup dari sebagian kita terlalui. Sebagian kita adalah pelajar-pelajar yang baru saja mengakhiri tingkat terakhir suatu jenjang pendidikan dan akan mengawali jenjang yang baru.
Lulus ujian dengan nilai yang baik dan diterima di lembaga pendidikan selanjutnya adalah harapan dari sebagian kita. Diantara kita ada yang berusaha keras untuk mewujudkan harapan tersebut. Namun ada juga yang ‘sekedar berharap’ . Kita berharap lulus dan dapat melanjutkan pendidikan namun tak berusaha keras untuk mewujudkan harapan kita.

Sesungguhnya kita adalah perumpamaan hamba-hamba Allah dalam menyikapi rahmat Allah, ampunan-Nya, dan penerimaan-Nya terhadap amal ibadah. Hal ini berkaitan dengan ar-raja’, suatu akhlak hati yang mempunyai peranan penting dalam ibadah.
MEMAHAMI AR-RAJA’
Ar-raja’ adalah perasaan tenang dalam diri seseorang saat menunggu datangnya suatu yang dia sukai. Perasaan ini tidak sekedar perasaan belaka tanpa adanya penyebab datangnya sesuatu yang disukai tersebut. Rasa berpengharapan terhadap sesuatu mempunyai penyebab bagi datangnya sesuatu tersebut. Penyebab tersebut adalah usahanya, perbuatannya, dan amalnya.
Jika ada orang mengharapkan sesuatu namun ia tidak memiliki sebab bagi datangnya sesuatu tersebut, maka orang ini tidak bisa disebut orang yang mempunyai ar-raja’. Orang ini hanyalah orang yang berangan-angan. Ia hanyalah seorang pelamun belaka.
Pelajar yang mengharapkan lulus dengan nilai baik atau mengharapkan diterima di lembaga pendidikan yang baik merupakan seseorang yang berpengharapan jika ia telah berusaha belajar dan mengerjakan tes dengan baik. Jika ada seorang pelajar yang berharap lulus dengan nilai baik atau berharaap diterima di sebuah lembaga pendidikan sedangkan ia tidak belajar dan tidak mengerjakan tes dengan baik, maka ia adalah seorang pelamun, bukanlah seorang yang berpengharapan.
Ar-raja’ yang benar adalah menunggu sesuatu yang disukai, sedangkan orang yang menunggu tersebut telah melakukan penyebab yang disyaratkan. Oleh karena itu, seseorang dituntut untuk mengarahkan upayanya guna mengerjakan amal ketaatan dan ibadah, lalu ia menunggu karunia dari Allah agar Dia meneguhkan pendiriannya sampai ajal datang, sedangkan Allah ridha dengan apa yang telah dikerjakannya.
Orang yang punya sikap ar-raja’ ialah orang yang mempunyai kelestarian dalam menjalankan ketaatan. Dia mengharapkan rahmat Allah, penerimaan-Nya akan amalnya, pahala dari-Nya dengan mengerjakan semua penyebab yang mampu ia lakukan. Oleh karena itu, orang yang menyemai benih iman tanpa merawatnya dengan amalan adalah orang yang berangan-angan.
Sikap raja’ banyak diibaratkan oleh ulama salaf (terdahulu) dengan petani yang rajin, ia membajak tanahnya, menyemai bibit, menanamnya, memupuknya, mengairinya, memeliharanya, menjaganya dari hama, mencabuti rumput dan gulma. Setelah itu, ia berharap Allah menghasilkan rezeki dari usaha pertaniannya tersebut. Inilah orang yang bersikap raja’.
Adapun berangan-angan berbeda dengan raja’. Orang yang berangan-angan adalah orang yang malas. Ia tidak mau memeras keringat dan tak mau pula bertawakkal. Ia ibarat petani malas yang tidak mengharapkan sawahnya tapi mengharap Allah menumbuhkan rezeki dari sawahnya tersebut.
“(pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi balasan dengan kejahatan itu.” (An-Nissa : 123)
iman tidak dapat diraih dengan angan-angan. Iman adalah menetap di hati, lalu dibenarkan oleh amal baik.
MEWUJUDKAN AR-RAJA’
Ar-raja’ timbul dari rasa gembira dengan kemurahan Allah dan karunia-Nya serta perasaan lega menanti kemurahan dan anugrah-Nya karena percaya akan kemurahan Allah. Perasaan inilah yang memacu hati manusia untuk sampai ke cita-cita yang diinginkannya. Karena itu, harus dibedakan antara ar-raja’ dengan berangan-angan.
Adapun beberapa hal berupa tingkatan yang perlu kita amalkan agar ar-raja’ terwujud dalam hati kita :
  1. Hendaknya kita terbiasa mengingat limpahan karunia Allah pada saat-saat yang lalu.
  2. Hendaknya kita senantiasa mengingat janji Allah berupa pahala-Nya yang berlimpah dan kemurahan-Nya yang besar tanpa diminta lebih dahulu oleh seorang hamba.
  3. Hendaknya kita selalu mengingat nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita berkenaan dengan urusan agama, kesehatan, dan juga urusan dunia kita saat ini. Bukankan Allah selalu membantu kita dengan kelembutan-Nya dan nikmat-nikmat yang sebenarnya kita tidak berhak menerimanya dan tidak pula memintanya?
  4. Hendaknya kita senantiasa mengingat luasnya rahmat Allah, dan bahwa rahmat Allah itu senantiasa mendahului murka-Nya.
Sikap raja’ merupakan kebutuhan pokok yang sangat diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan Allah. Seandainya seorang hamba melepas sikap raja’ sekejap saja, niscaya kerugian menghampirinya. Sesungguhnya seorang muslim tidak bisa lepas dari dosa yang ia harapkan untuk dapat diampuni. Ia juga punya kekurangan yang ia harapkan perbaikannya. Ia beramal dengan harapan amalnya akan diterima. Ia mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan dapat sampai kepada-Nya.
Oleh karena itu, sikap raja’ merupakan salah satu sebab yang paling kuat yang dapat membantu seorang hamba menempuh jalan Allah dan teguh dalam agama-Nya, apalagi di masa sekarang ini